Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar kripto kembali menghadapi cobaan yang cukup berat di mana krisis kembali menimpa perusahaan kripto, kali ini bursa kripto terbesar kedua yakni FTX.
Krisis kripto sejatinya sudah terjadi sejak Mei lalu, di mana awal mulanya yakni jatuhnya koin (token) besutan Terraform Labs, LUNA dan TerraUSD.
Namun, sebelum adanya kejatuhan dua token Terra tersebut, pasar kripto sudah membentuk tren bearish sejak awal tahun ini, di mana pembentukan tren ini dikarenakan psikologis investor yang khawatir dengan kondisi global, meski pemulihan dimulai pada awal tahun ini.
Kebijakan bank sentral, terutama di Amerika Serikat (AS) yang tak lagi menerapkan easy money policy membuat investor di kripto mulai selektif untuk berinvestasi di aset berisiko.
Di tambah, kekhawatiran investor makin terjadi setelah dimulainya perang antara Rusia-Ukraina. Sehingga investor makin selektif dan berhati-hati dalam berinvestasi di pasar kripto.
Dampaknya adalah mulai adanya penarikan dana investor menjelang Mei 2022 dan menyebabkan token duo Terra pun tak mampu bertahan di tengah derasnya penarikan atau dapat disebut sebagai bankrun.
Token Terra versi altcoin, yakni LUNA merupakan aset kripto proyek berbasis blockchain yang dikembangkan oleh Terraform Labs di Korea Selatan.
Terra memiliki ambisi sebagai platform yang menciptakan stablecoin yang dikaitkan dengan uang resmi yang diterbitkan oleh bank sentral. Tujuannya untuk mendukung sistem pembayaran global dengan settlement yang cepat dan terjangkau seperti contohnya Alipay di blockchain. Pengembang menawarkan target satu koin senilai US$ 1.
LUNA memiliki peran yang vital untuk menstabilkan harga dari stablecoin yang ada di ekosistem Terra dan mengurangi volatilitas pasar. Ketika UST turun sedikit maka LUNA akan dijual atau dibakar (burn) untuk menstabilkan harga.
UST merupakan stablecoin algoritmik. Alih-alih memiliki uang tunai dan aset riil lainnya yang disimpan sebagai cadangan untuk mendukung token, proyek ini menggunakan campuran kode yang komplek dan LUNA untuk menstabilkan harga
Sebelum ada penarikan besar-besaran, kedua token tersebut sempat menunjukkan eksistensinya dengan menyentuh rekor tertinggi (all time high). Untuk LUNA (kini LUNC), ATH-nya berada di kisaran US$ 116,42 per keping yang terbentuk pada 5 April lalu.
Namun pada 13 Mei lalu, harganya tiba-tiba anjlok hingga menyentuh kisaran US$ 0,006 per keping, jauh dari satu sen pun.
Kejatuhan LUNC bukanlah tanpa penyebab. Hal ini dikarenakan UST (kini USTC) tak mampu mempertahankan base-nya di US$ 1. Pada 10 Mei, kejatuhan USTC pun dimulai dan puncaknya terjadi pada 26 Juni lalu, di mana harganya menyentuh kisaran US$ 0,008 per keping, jauh dari US$ 1.
Saat USTC tak mampu menjalankan fungsi utamanya, sister coin yakni LUNA terpaksa harus di burn, agar USTC mampu kembali ke pasaknya di US$ 1. Namun hal ini pada akhirnya tidak mampu menyelamatkan USTC dan keduanya justru makin ambruk.
Terra telah melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan keduanya, di mana salah satunya membuat token baru, di mana token lama dilabeli classic, sehingga kodenya pun berubah.
Namun, langkah ini tidak membuat investor kembali percaya terhadap LUNA, UST, maupun Terra. Kepercayaan investor pun telah memudar.
Sumber: www.cnbcindonesia.com