Market  

Wall Street Kembali ‘Berdarah’, IHSG Semoga Kuat…

Jakarta, CNBC IndonesiaAwal pekan ini, pasar keuangan Tanah Air kembali bervariasi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi, rupiah gagal menjaga momentum penguatan, serta imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat.

IHSG berakhir di zona merah dengan koreksi 0,27% atau 18,93 poin ke 7.063,25 pada perdagangan Senin (21/11/2022). Pelemahan IHSG kemarin selaras dengan pergerakan mayoritas bursa utama Asia lainnya yang juga berakhir di zona merah, kecuali indeks acuan Tokyo Nikkei 225 yang mampu catat penguatan 0,16%.



Pada perdagangan kemarin, IHSG memang minim sentimen positif karena investor masih menunggu sejumlah data makroekonomi penting yang akan dirilis pekan ini.

Sementara itu, sektor teknologi memimpin perlemahan dan diikuti oleh finansial, konsumen non-primer, dan barang baku.



Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai Rp 9,3 triliun dan melibatkan 23,5 miliar saham dan berpindah tangan 1,15 juta kali. Investor asing juga tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 151,26 miliar di pasar reguler.

Selanjutnya, Mata uang Garuda juga keok melawan dolar dan berakhir melemah 0,19% ke Rp 15.715/US$, meskipun sempat terapresiasi pada awal perdagangan. Rupiah melanjutkan kinerja negatif sejak pekan lalu. Dengan demikian, rupiah sudah melemah dalam 6 hari beruntun.



Terakhir, Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Senin (21/11/2022), di tengah ketidakpastian tentang kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).

Investor ramai memburu SBN ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di seluruh tenor SBN acuan.

Berdasarkan data dari Refinitiv, SBN tenor 20 tahun menjadi yang paling besar penurunan yield-nya pada hari ini, yakni merosot 14,7 basis poin (bp) ke posisi 7,187%.

Sedangkan untuk SBN berjangka waktu 30 tahun menjadi yang paling kecil penurunan yield-nya pada hari ini, yakni turun 4,6 bp ke 7,486%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) melandai 11,1 bp menjadi 7,074%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Sumber: www.cnbcindonesia.com